![]() |
| Demo buruh di Kabupaten Bekasi (Foto: Suara FSPMI Bekasi) |
Opini ditulis oleh: Trisna Mukti Arisandy (Jurnalis Muda)
KabarKiri.info - Menjelang 2026, persoalan upah buruh sudah bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi bukti terang-terangan bahwa negara gagal melindungi warga yang bekerja keras dari pagi sampai larut malam.
Tidak masuk akal ketika pemerintah terus menepuk dada menyebut pertumbuhan ekonomi stabil, sementara buruh harus memutar otak setiap hari hanya untuk menutup biaya hidup yang terus naik tanpa jeda.
Selama dua tahun terakhir inflasi menggerus pendapatan pekerja, tetapi negara tetap bersikap dingin seperti tidak mendengar jeritan ribuan keluarga buruh yang hidup dari gaji yang tidak pernah cukup.
Keputusan upah yang dikendalikan kepentingan elite industri adalah penghinaan terhadap jutaan pekerja yang menjadi pondasi ekonomi bangsa.
Buruh bukan robot yang bisa terus dipaksa bekerja dengan upah minimal, dan negara bukan mesin birokrasi yang boleh mengabaikan kebutuhan hidup warganya.
Sementara itu, pengangguran yang terus meningkat menjadi simbol paling jelas bahwa pemerintah tidak sanggup menciptakan lapangan kerja yang bermartabat.
Setiap tahun gelombang lulusan baru datang, tetapi kesempatan kerja tidak pernah mengejar, seolah-olah negara hanya menonton generasi muda terseret arus tanpa arah.
Ketergantungan perusahaan pada sistem outsourcing dan kontrak pendek menunjukkan bahwa kebijakan tenaga kerja kita hanya menguntungkan modal dan menyiksa tenaga kerja.
Jika sampai 2026 pola ini tidak berubah, yang akan muncul bukan pertumbuhan, melainkan generasi frustrasi yang kehilangan harapan untuk hidup layak.
Kenaikan upah bukan ancaman bagi ekonomi, justru obat agar daya beli rakyat pulih dan konsumsi rumah tangga kembali mendorong perekonomian.
Solusi untuk menekan pengangguran juga tidak sesulit yang selalu dipropagandakan; negara hanya perlu membangun industri yang menyerap tenaga kerja, bukan terus pamer proyek ekonomi yang tidak menyentuh rakyat.
Pelatihan kerja pemerintah harus nyata, relevan, dan terukur hasilnya, bukan sekadar program seremonial yang menghabiskan anggaran tanpa menciptakan satu pun pekerjaan.
Transparansi dalam penetapan upah mutlak diperlukan, karena buruh sudah terlalu sering menjadi korban kebijakan yang disusun tanpa mendengar suara mereka.
Buruh menuntut kenaikan upah karena mereka ingin hidup, bukan bertahan, dan pengangguran membutuhkan pekerjaan agar mereka tidak menjadi korban dari sistem yang gagal memberikan masa depan.
Jika negara terus menunda perubahan, 2026 bukan membawa harapan, melainkan membawa kekacauan sosial yang selama ini sengaja diabaikan.**

%20(300%20x_20250522_220043_0000.png)
