Ia adalah warisan budaya dunia yang telah melewati zaman perang, ritual keagamaan, hingga menjadi simbol kreativitas manusia.
Asal Usul Layangan: Dari China ke Dunia
Sejarah mencatat, layangan pertama kali diciptakan di Tiongkok sekitar 2.800 tahun lalu. Menurut catatan The Smithsonian Institution, layangan pertama dibuat dari bambu dan sutra oleh seorang filsuf dan insinyur bernama Mozi pada abad ke-5 SM.
Awalnya, layangan digunakan bukan untuk bermain, tetapi untuk keperluan militer, seperti mengukur jarak, mengirim pesan rahasia, bahkan menakuti musuh dengan suara-suara tertentu yang dihasilkan dari tali dan bambu.
Dari Tiongkok, layangan menyebar ke Asia Timur, lalu ke India, Arab, dan akhirnya ke Eropa melalui jalur perdagangan dan kolonialisasi.
Di Jepang, layangan dikenal dengan sebutan tako dan sering digunakan dalam festival musim semi.
Di India, layangan menjadi bagian penting dari perayaan Makar Sankranti, festival tahunan yang menandai pergantian musim.
Jejak Layangan di Indonesia
Di Indonesia, layangan memiliki tempat khusus di hati masyarakat. Setiap daerah punya bentuk, nama, dan filosofi berbeda.
Di Bali, layangan bukan sekadar permainan, melainkan bagian dari upacara keagamaan.
Festival layangan internasional di Pantai Sanur dan Padanggalak menampilkan layangan raksasa berbentuk naga, dewa, dan makhluk mitologi lainnya, lengkap dengan iringan musik tradisional.
Sementara itu, di Jawa, layangan sering dimainkan secara kompetitif. Jenis seperti layangan aduan dan layangan gilo jadi favorit. Di Kalimantan dan Sumatra, bentuk layangan bisa menyerupai burung, ikan, bahkan tokoh legenda.
Makna Filosofis dan Nilai Budaya
Layangan bukan hanya tentang siapa yang paling tinggi terbang. Ia menyiratkan keseimbangan antara kendali dan kebebasan.
Tali yang menghubungkan tangan dengan angin mewakili kendali manusia atas sesuatu yang tampak lepas.
Dalam beberapa budaya, layangan juga menjadi simbol penghubung antara manusia dan langit, antara dunia nyata dan spiritual.
Di era modern, layangan telah berevolusi menjadi olahraga seperti kite surfing, kite fighting, dan aerodynamic kite flying.
Namun, di banyak tempat, ia tetap bertahan sebagai simbol permainan tradisional yang mendekatkan anak-anak pada alam dan komunitas.
Mengapa Layangan Masih Relevan?
Di tengah gempuran teknologi digital, layangan tetap punya tempat di ruang nostalgia dan kearifan lokal.
Menerbangkan layangan mengajarkan tentang kesabaran, teknik, dan seni, serta memperkuat interaksi sosial antar-generasi.
Festival layangan pun kini menjadi magnet wisata budaya, seperti Festival Layang-Layang Internasional di Bali dan Pasir Gudang (Malaysia), yang menyatukan komunitas global pencinta layangan dari berbagai negara.***
Tag Terpopuler
› Artikel
› Budaya
› Layangan
› Sejarah
Melayang di Udara, Menyambung Tradisi: Jejak Sejarah Layangan dari Zaman Kuno hingga Kini
Melayang di Udara, Menyambung Tradisi: Jejak Sejarah Layangan dari Zaman Kuno hingga Kini
Redaksi KabarKiri.info
Minggu, 29 Juni 2025 | 13:08 WIB |
0
Last Updated
2025-06-29T06:08:09Z
KabarKiri - Siapa sangka benda sederhana berbentuk kerangka ringan berlapis kertas atau plastik, yang melayang dengan tali, menyimpan jejak sejarah ribuan tahun? Ya, layangan bukan sekadar permainan masa kecil atau atraksi musim kemarau.