Ratusan anggota dari kedua ormas tersebut turun langsung ke lokasi untuk mengawal proses eksekusi yang dinilai penuh kejanggalan dan mengandung potensi pelanggaran hak asasi manusia.
Ketua GRIB Jaya Jawa Timur, Achmad Miftachul Ulum, menegaskan bahwa kehadiran pihaknya bukan untuk melawan aparat penegak hukum, melainkan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan hukum.
“Kami hadir full power karena mendapat informasi bahwa pihak pemohon juga akan mengerahkan massa. Tapi perlu saya tegaskan, kami tidak melawan aparat kepolisian. Mereka bukan lawan kami,” ujar Ulum di lokasi.
Menurutnya, sejak awal GRIB telah mengikuti aturan yang disampaikan aparat. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain.
“Kami melihat adanya ketidakseimbangan dalam kekuatan yang dikerahkan. Bahkan, kami menyaksikan pemukulan terhadap warga yang hanya ingin mempertahankan rumah yang sudah ditempati selama 60 tahun,” tambahnya.
Ulum juga menyatakan bahwa pihaknya bersama MAKI Jatim akan melaporkan kejadian ini ke Propam Polda Jatim karena dianggap melanggar etika aparat dan mencederai moral hukum.
Mereka juga telah mengajukan laporan ke Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM dalam eksekusi tersebut.
Sementara itu, Heru dari MAKI Jatim menyoroti proses hukum yang dinilai tidak konsisten.
Ia mempertanyakan dasar eksekusi yang tetap dilakukan meskipun pemilik rumah telah beberapa kali memenangkan perkara hak kepemilikan.
“Aneh sekali. Hari ini ada panggilan, lalu langsung eksekusi. Ini menyalahi prosedur hukum. Pemilik rumah sudah tinggal di sana selama 62 tahun dan memenangkan perkara beberapa kali. Tapi kenapa bisa dieksekusi begitu saja?” ungkap Heru.
MAKI Jatim berencana menempuh langkah hukum lanjutan untuk membatalkan eksekusi tersebut.
Heru bahkan menyebut potensi adanya “rekayasa hukum” dan membandingkan kasus ini dengan “perosotan jilid II” yang pernah mencuat di Surabaya.
“Kami tidak main-main. Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Bahkan, para majelis hakim yang menangani kasus ini perlu dievaluasi,” pungkasnya.
Di sisi lain, situasi di lokasi sempat memanas saat aparat keamanan mencoba membubarkan massa penolak eksekusi.
Namun, kondisi kembali kondusif setelah imbauan dari GRIB dan MAKI agar anggota mereka tidak terpancing provokasi.
Peristiwa ini mendapat sorotan luas dari masyarakat, terutama terkait praktik hukum dalam kasus kepemilikan tanah yang telah berlangsung puluhan tahun.
Masyarakat kini menanti respons dari Komnas HAM dan aparat pengawas internal Polri.***
(SGK)