Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Penghargaan atau Lupa Sejarah?

Selasa, 27 Mei 2025 | 22:20 WIB | 0 Last Updated 2025-05-27T15:47:37Z
Ilustrasi Soeharto (Foto: Ai/Kabarkiri)


KabarKiri - Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto kembali mencuat. Wacana ini bukan baru sekali bergulir, namun selalu berhasil memantik pro dan kontra di ruang publik. Dalam momen mengenang Reformasi 1998, para aktivis kembali mempertanyakan, apakah sosok yang menjadi simbol Orde Baru itu patut dikenang sebagai pahlawan nasional?

Ketua DPR RI Puan Maharani akhirnya angkat bicara mengenai polemik ini. Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/5) Puan menyatakan, "Ya, kan setiap usulan gelar itu ada dewan kehormatan atau dewan (gelar) untuk yang mengkaji siapa saja yang bisa menerima atau tidak menerima." Ia menegaskan bahwa keputusan soal pemberian gelar kehormatan bukan di tangan individu, tapi melalui kajian Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Pernyataan Puan itu menunjukkan bahwa negara memiliki mekanisme resmi dan objektif untuk menilai kelayakan seseorang menerima gelar pahlawan. Namun, apakah itu cukup?

Antara Jasa dan Luka: Menakar Warisan Soeharto

Tak bisa dimungkiri, di bawah kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Infrastruktur dibangun, stabilitas dijaga, dan program-program seperti swasembada pangan hingga pendidikan dasar digencarkan. Bagi sebagian kalangan, ini merupakan fondasi penting yang membentuk Indonesia modern.

Namun sejarah tidak bisa dibaca setengah. Nama Soeharto juga lekat dengan berbagai pelanggaran HAM, pembungkaman demokrasi, dan korupsi yang mengakar dalam birokrasi. Reformasi 1998 yang berhasil menjatuhkannya bukan sekadar gerakan mahasiswa, tapi cermin keresahan rakyat terhadap pemerintahan otoriter dan penuh represi.

Dinamika Sosial Politik: Mengapa Banyak yang Menolak?

Sejumlah aktivis yang dulu berada di garis depan gerakan Reformasi 1998 menggelar diskusi tentang wacana ini. Bagi mereka, mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional sama dengan menghapus jejak luka sejarah. Mereka khawatir, gelar itu akan menutup mata generasi muda terhadap masa kelam Orde Baru.

Sebaliknya, beberapa pihak menilai bahwa jasa Soeharto perlu dihargai dengan gelar kehormatan. Mereka mengklaim bahwa setiap tokoh besar punya sisi gelap dan terang. Tapi benarkah kita bisa menyetarakan pelanggaran HAM dengan pencapaian pembangunan?

Sikap Bijak Negara: Perlu Kajian Sejarah, Bukan Emosi

Menghadapi usulan gelar pahlawan untuk Soeharto, negara memang harus bijak. Seperti dikatakan Puan Maharani, "setiap usulan gelar itu ada dewan kehormatan" yang bertugas mengkaji berdasarkan fakta sejarah, bukan tekanan politik atau opini massa.

Kajian itu harus melibatkan sejarawan independen, korban pelanggaran HAM, dan berbagai perspektif lintas zaman. Sebab gelar pahlawan bukan sekadar penghargaan pribadi, melainkan simbol nilai yang hendak dijunjung bangsa.

Gelar Pahlawan Tak Sekadar Jasa, Tapi Nilai Moral Bangsa

Apakah Soeharto layak diberi gelar pahlawan nasional? Jawabannya tergantung pada bagaimana kita memaknai kepahlawanan. Jika pahlawan adalah mereka yang mengorbankan diri demi kemanusiaan, keadilan, dan kebebasan, maka sejarah Orde Baru layak dikaji lebih dalam lagi. Memberi gelar kepada Soeharto tanpa evaluasi kritis bukan hanya melukai korban masa lalu, tetapi juga memberi sinyal keliru bagi generasi penerus.***(Red
×
Berita Terbaru Update