-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jelang Rapat Dewan Pengupahan, Buruh Purwakarta Siaga Aksi Besar Tolak PP Upah Murah

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:38 WIB | 0 Last Updated 2025-12-17T01:38:13Z
Aksi unjuk rasa buruh Purwakarta siap digelar dalam memperjuangkan kenaikan UMK dan UMSK tahun 2026 (Dok. FSPMI)

KabarKiri — Rencana aksi buruh ke Istana Negara pada Jumat, 19 Desember 2025, belum dicabut. Namun, pelaksanaannya masih digantungkan pada satu hal krusial: keberanian pemerintah dan Dewan Pengupahan Kabupaten dalam merumuskan upah yang benar-benar berpihak pada buruh, bukan sekadar mengamankan kepentingan industri.


‎Malam ini, serikat buruh dari berbagai daerah akan menggelar rapat nasional secara daring untuk menentukan sikap bersama terhadap Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang baru diterbitkan.

‎Meski surat pemberitahuan aksi telah dikirim, buruh menilai PP tersebut belum memberi kepastian keadilan upah.

‎“Kami belum bisa putuskan apakah aksi lanjut atau tidak. PP ini belum kami baca secara utuh dan belum memberi gambaran jelas. Terutama soal koefisien alfa, ini sangat problematik,” tegas Wahyu Hidayat, S.H., Ketua PC SPAMK FSPMI Kabupaten Purwakarta, Rabu (17/12).

‎Menurut Wahyu, koefisien alfa justru berpotensi menjadi alat baru legalisasi upah murah jika tidak dirumuskan secara transparan dan akuntabel.

‎Hingga kini, buruh tidak mengetahui siapa yang akan menyusun, apa dasar acuannya, serta apakah formula tersebut benar-benar dapat menaikkan upah buruh di daerah yang selama ini tertinggal jauh dari kebutuhan hidup layak.

‎“Kalau daerah yang upahnya masih di bawah KHL saja tidak bisa didongkrak, lalu untuk apa PP ini?” katanya.

‎Putusan MK Diabaikan, Living Cost Tak Jadi Panglima

‎Buruh menilai PP pengupahan berpotensi bertabrakan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang menegaskan bahwa pengupahan harus mengacu pada living cost atau biaya hidup riil, bukan sekadar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang bersifat minimalistik.

‎“Realitanya, sampai sekarang masih banyak daerah belum mencapai KHL. Kalau bicara living cost, itu masih mimpi. PP ini jangan sampai mengingkari putusan MK,” ujar Wahyu.

‎Ia menegaskan, pengabaian terhadap putusan MK bukan hanya persoalan teknis regulasi, tetapi bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan keadilan sosial.

‎Upah Mandek Lima Tahun, Sektor Otomotif Jadi Korban

‎Stagnasi upah menjadi luka lama yang kembali terbuka. Dari perhitungan internal serikat buruh, bahkan penerapan angka maksimal dalam PP pengupahan sekalipun dinilai masih belum mampu mengejar capaian UMSK sektor otomotif tahun 2020.

‎“UMSK otomotif 2020 itu Rp5.280.000. Sampai hari ini belum terkejar. Lima tahun berlalu, upah pekerja baru segitu saja. Tidak naik, tidak bergerak. Ini bukan sekadar menyedihkan, ini kegagalan kebijakan,” tegas Wahyu.

‎Ia menilai kondisi tersebut memperlihatkan betapa buruh selalu dijadikan variabel penyesuaian paling murah di tengah pertumbuhan industri dan keuntungan perusahaan.

‎Dewan Pengupahan Kabupaten di Titik Ujian

‎Dalam waktu dekat, Dewan Pengupahan Kabupaten bersama para pemangku kebijakan daerah akan menggelar rapat penentuan upah.

‎Bagi buruh, forum ini bukan sekadar formalitas, melainkan titik ujian keberpihakan negara di tingkat lokal.

‎“Minggu depan Aliansi Buruh Purwakarta akan rapat. Posisi kami jelas: Dewan Pengupahan harus berani memberikan angka maksimal. Tidak ada ruang kompromi untuk upah murah,” kata Wahyu.

‎Ia menegaskan, jika hasil rapat Dewan Pengupahan kembali melahirkan kebijakan yang merugikan buruh, maka konsolidasi besar dan aksi massal hampir pasti digelar.

‎“Kalau lagi-lagi buruh dikorbankan, kami akan turun. Ini soal hidup, bukan soal ego organisasi,” ujarnya.

‎Redaksi Kebijakan Jadi Senjata, Buruh Tak Mau Lagi Tertipu

‎Pengalaman pahit tahun sebelumnya menjadi pelajaran penting. Wahyu mengingatkan bagaimana buruh harus bertarung di forum bipartit hanya untuk mengamankan redaksi dalam SK Gubernur agar tidak dimanipulasi di tingkat pelaksanaan.

‎“Frasa yang sudah diberikan itu berbahaya. Harus diganti menjadi yang telah diberlakukan. Kalau tidak, pekerja baru bisa dibayar lebih rendah dari UMSK 2020. Ini praktik sistematis menekan upah,” ungkapnya.

‎Menurutnya, permainan redaksi kebijakan sering kali menjadi pintu masuk pelemahan hak buruh yang luput dari perhatian publik.

‎Arah Kebijakan Dipertaruhkan

‎Buruh Purwakarta menegaskan, PP pengupahan dan keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten akan menjadi penanda arah kebijakan negara: berpihak pada keadilan sosial atau terus memelihara rezim upah murah.

‎“Kami tidak minta muluk-muluk. Kami hanya ingin upah yang manusiawi, sesuai biaya hidup nyata. Kalau itu saja tidak bisa dipenuhi, maka wajar jika buruh melawan,” pungkas Wahyu.

‎Kini, mata buruh tertuju pada rapat Dewan Pengupahan Kabupaten. Keputusan yang diambil akan menentukan satu hal: dialog sosial yang berkeadilan, atau gelombang perlawanan buruh yang lebih besar dan terorganisir.***

×
Berita Terbaru Update