Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Trump merajuk, Nobel Perdamaian atau Pemicu Kekacauan Global

Senin, 23 Juni 2025 | 13:27 WIB | 0 Last Updated 2025-06-23T06:27:17Z
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (AP/Evan Vucci)


KabarKiri - Donald Trump, yang kerap merajuk karena tak diakui dunia atas usaha perdamaiannya, kini menjadi pusat kontroversi yang mengguncang stabilitas global. 

Ia mengklaim telah menyelamatkan jutaan nyawa melalui diplomasi berani, termasuk gencatan senjata Pakistan-India pada Mei 2025, negosiasi damai Kongo-Rwanda, dan penguatan Abraham Accords untuk Timur Tengah. 

“Saya melakukan lebih banyak untuk perdamaian daripada pemenang Nobel mana pun, tapi mereka tak akan pernah memberi saya penghargaan,” keluhnya dalam unggahan di Truth Social, Jumat, 20 Juni 2025. 

Pakistan, yang memuji “kepemimpinan visioner” Trump dalam meredakan krisis nuklir di Asia Selatan, bahkan mengumumkan niatnya untuk mengajukan Trump sebagai kandidat Nobel Perdamaian 2026, menurut pernyataan resmi Perdana Menteri Pakistan di Islamabad.

Namun, hanya sehari setelah delegasi Pakistan meminta AS di Gedung Putih untuk tidak mendukung agresi Israel terhadap Iran di Dewan Keamanan PBB, Trump mengeluarkan pernyataan mengejutkan.

Pada 22 Juni 2025, ia mengumumkan bahwa AS telah menghancurkan tiga fasilitas nuklir utama Iran yakni Fordow, Natanz, dan Esfahan dalam serangan militer rahasia. 

“Ini kemenangan besar bagi keamanan dunia. Iran harus memilih damai atau hancur,” tegasnya dalam konferensi pers.

Tindakan ini memicu kemarahan global dan kekhawatiran akan eskalasi menuju Perang Dunia III. 

Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih yang bergabung dalam aksi buruh “Stop Perang” di depan Kantor PBB dan Kedutaan Besar AS di Jakarta, mengecam serangan AS sebagai “tindakan sembrono yang mengancam umat manusia.” 

Ia menambahkan, “Trump seolah ingin membuktikan dirinya layak Nobel, tapi malah menjadi arsitek perang.” 

Kekhawatiran ini diperparah oleh dugaan adanya perjanjian rahasia antara Rusia, Tiongkok, Korea Utara, dan Iran untuk saling mendukung jika salah satu diserang, sebagaimana dianalisis oleh beberapa pakar geopolitik di Foreign. 

Jika aliansi ini nyata, serangan AS bisa memicu konflik global yang tak terkendali. Dampak ekonomi serangan ini sudah terasa, dari harga minyak dunia melonjak 15% dalam 24 jam, apalagi jika Iran tutup selat Hormuz. 

Krisis kemungkinan memicu inflasi dan ancaman PHK massal di sektor industri, termasuk di Indonesia. Krisis ini mengancam jutaan pekerja, dengan perkiraan 2 juta PHK di Asia Tenggara saja pada akhir 2025.

Di tengah ketegangan ini, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan kepemimpinan yang patut diapresiasi. 

Melalui diplomasi proaktif, seperti kunjungan ke Riyadh, Ankara, dan dialog dengan Sekjen PBB, ia berupaya meredakan ketegangan global dan mempromosikan perdamaian. 

“Indonesia akan selalu menjadi jembatan perdamaian,” tegas Prabowo dalam pidatonya di ASEAN Summit. 

Akankah Trump terus merajuk demi pengakuan yang tak kunjung datang, atau justru menyeret dunia ke jurang perang? Dunia menahan napas, sementara korban berjatuhan dan harga yang dibayar semakin mahal.***


(WhY)

×
Berita Terbaru Update