![]() |
Oknum guru SMPN 3 Bojong yang menghalangi tugas wartawan dalam meminta klarifikasi terkait pagar sekolah yang roboh (KabarKiri) |
KabarKiri - Pers memiliki fungsi pengawasan dan dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, dengan peran penting dalam memantau aktivitas para pejabat publik di ranah legislatif, eksekutif, dan yudikatif guna mengungkap berbagai bentuk penyimpangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan (3), dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara hingga 2 tahun atau denda maksimal Rp500 juta, serta hukuman tambahan sesuai KUHP.
Namun sangat disayangkan, kejadian tidak menyenangkan kembali dialami oleh beberapa awak media Purwakarta saat melaksanakan tugas investigasi dan konfirmasi di SMPN 3 Bojong, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta.
Peristiwa tersebut terjadi pada Senin, 2 Juni 2025. Saat melintas di depan sekolah, awak media melihat pagar depan sekolah dalam kondisi roboh.
Mereka kemudian berinisiatif melakukan investigasi dan mencoba meminta konfirmasi dari pihak sekolah.
Dengan sopan dan tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, awak media meminta izin kepada pihak sekolah untuk melakukan wawancara.
Pihak sekolah pun menyambut baik kedatangan mereka dan mengatur jadwal konfirmasi pada hari Selasa, 3 Juni 2025.
Pada pukul 12.50 WIB, Humas sekolah menerima awak media di ruang guru.
Namun, saat proses konfirmasi berlangsung mengenai robohnya pagar sekolah, tiba-tiba seorang oknum guru laki-laki berkacamata datang dan membentak awak media.
Ia memotong pembicaraan dengan nada tinggi serta menunjukkan sikap tidak sopan dan tidak beretika, sambil menyebutkan bahwa kehadiran media dianggap mengganggu.
Situasi sempat memanas dengan terjadi adu argumen. Meski demikian, awak media tetap menjaga profesionalisme dan tidak terpancing emosi.
Salah satu awak media dengan tenang menanggapi, “Apakah kami salah bertanya terkait hal tersebut? Di mana letak kesalahan kami?”
Peristiwa ini menimbulkan keprihatinan, mengingat semestinya lembaga pendidikan menjadi tempat yang menjunjung tinggi etika dan keterbukaan terhadap publik, terlebih ketika menyangkut fasilitas sekolah yang menjadi tanggung jawab bersama.***
(Eva NR)