![]() |
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dilaporkan ke Bareskrim Polri atas kebijakan mengirim pelajar ke barak militer |
KabarKiri - Adhel Setiawan, wali murid dari Babelan, Bekasi, resmi melaporkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Bareskrim Polri pada Kamis, 5 Juni 2025. Laporan ini terkait kebijakan kontroversial Dedi yang mengirim pelajar 'nakal' ke barak militer untuk pembinaan karakter selama 14 hari.
Adhel mengklaim mendapat dukungan luas dari orang tua di Babelan, meski wilayah ini dikenal sebagai salah satu pusat kenakalan remaja, mulai dari tawuran berdarah, penyalahgunaan narkoba, hingga prostitusi.
Menurut Adhel, program ini melanggar hak asasi manusia (HAM) dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Ia menilai pendekatan militeristik tidak sesuai dengan filosofi pendidikan yang humanis, berpotensi memperburuk kondisi psikologis anak, dan tidak menjamin perubahan perilaku.
"Kenakalan remaja terjadi karena kurangnya dialog, bukan karena kurang disiplin. Militer bukan solusi untuk membina anak," tegas Adhel.
Ia juga mempertanyakan legalitas pelibatan TNI dalam pendidikan sipil, menyebutnya sebagai penyalahgunaan wewenang.
Di sisi lain, Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, mendukung program ini sebagai bagian dari pelibatan semesta untuk membentuk karakter remaja, sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Wahyu, pelaporan ke Bareskrim terlalu berlebihan. Di saat butuh energi besar untuk memperbaiki Jawa Barat, energi Pemprov tersedot.
Ia mengusulkan dua solusi:
pertama, program tetap berjalan dengan perbaikan administrasi dan penguatan legalitas, serta persetujuan orang tua.
Kedua, jika banyak orang tua di Babelan menolak, wilayah tersebut dapat dikecualikan dari program untuk membandingkan hasil pembinaan di daerah lain.
"Katanya ingin pemerintah daerah fokus bekerja untuk masyarakat. Giliran rada out of the box dirusuhi. Merubah Jabar ga cukup dengan cara-cara standar. Kadang harus out of the box! Mari kita lihat, mana yang lebih efektif: Daerah dengan atau tanpa pembinaan," ujar Wahyu.
Data menunjukkan Babelan memang memiliki angka kenakalan remaja yang tinggi. Pada 2024, tercatat 12 kasus tawuran dengan 3 korban jiwa dan 45 kasus narkoba remaja di wilayah ini.
Program barak militer, menurut Dedi, merupakan respons atas permintaan orang tua yang kewalahan.
Ia menegaskan program ini tidak memaksa, dengan 273 siswa telah menyelesaikan pembinaan gelombang pertama di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Lembang, dan banyak yang merasa nyaman dengan rutinitas disiplin, gizi baik, dan olahraga teratur.
Namun, kritik tetap mengalir. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut program ini kekurangan asesmen psikologis dan kurikulum yang jelas, berisiko membuat remaja semakin agresif.
Pakar pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin, memperingatkan bahwa pendekatan militer dapat menghambat kreativitas anak.
Kontroversi ini memicu debat sengit: Apakah program ini solusi inovatif atau pelanggaran HAM? Dengan dukungan dan penolakan yang sama kuat, kebijakan Dedi Mulyadi menantang kita untuk memikirkan ulang cara menangani kenakalan remaja.***
(WhY)