Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ketika Ulama, Dokter, dan Komunitas Bersatu: Edukasi HIV/AIDS di Purwakarta Dorong Kepedulian Tanpa Stigma

Sabtu, 21 Juni 2025 | 13:00 WIB | 0 Last Updated 2025-06-21T13:14:54Z

Tiga komunitas di Purwakarta gelar seminar pencegahan HIV/AIDS (KabarKiri)

KabarKiri - Dalam upaya menghentikan laju penyebaran HIV/AIDS yang terus mengancam generasi muda, tiga komunitas sosial di Kabupaten Purwakarta yakni Brother Fillah, Mutiara Muslimah, dan N One Community menggelar seminar bertajuk “Hidup Sehat Tanpa Stigma, Cegah HIV/AIDS Sekarang", Sabtu (21/6).


‎Seminar ini diselenggarakan di Gedung Dakwah Purwakarta dan menjadi bukti nyata bahwa kesadaran tentang bahaya HIV/AIDS bisa dibangun bersama, bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga dari akar komunitas masyarakat.

‎Kegiatan ini juga menghadirkan kolaborasi strategis dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Purwakarta, menjadikannya acara edukatif yang menyentuh sisi medis, sosial, dan spiritual sekaligus.

‎Fakta yang Mengejutkan: Data Kasus HIV/AIDS di Purwakarta Terus Bertambah

‎Dalam paparannya, Dr. Eva Lystia Dewi, selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Purwakarta dan juga Kabid Pengabdian Masyarakat Kebencanaan IDI, membeberkan data yang mengkhawatirkan.

‎“Sampai tahun 2024, jumlah pengidap HIV di Purwakarta mencapai 1.300 orang. Dan di tahun 2025 ini, per bulan Juni saja, sudah ada 148 kasus baru,” ujar Dr. Eva di depan peserta seminar.

‎Yang lebih menyedihkan, sebagian besar penderita berada di usia produktif 25–40 tahun, dan kasus terbanyak berasal dari kalangan laki-laki, khususnya dari perilaku seks sesama jenis (LGBT) dan pergaulan bebas tanpa pengaman.

‎Ironisnya, sudah tercatat pula bayi yang lahir dalam kondisi positif HIV. Hal ini menjadi tamparan keras bagi para pemangku kebijakan, tenaga medis, dan masyarakat luas.

‎“Kami di Dinas Kesehatan sangat prihatin dan merasa galau. Ini bukan sekadar data, tapi tentang nyawa. Anak-anak tak berdosa pun ikut jadi korban karena ketidaktahuan atau stigma sosial,” imbuhnya.

‎Stigma Sosial Masih Jadi Musuh Terbesar

‎Masalah besar yang terus menghambat penanggulangan HIV/AIDS bukan hanya kurangnya informasi, tapi juga stigma sosial.

‎Banyak orang yang enggan memeriksakan diri atau bahkan menyembunyikan status kesehatannya karena takut dikucilkan.

‎Dr. Eva menjelaskan bahwa HIV/AIDS tidak menular melalui kontak biasa seperti berjabat tangan, berpelukan, bersentuhan kulit, bahkan melalui air liur atau keringat.

‎“HIV hanya menular melalui darah, cairan sperma, dan jarum suntik. Maka sangat tidak tepat kalau masyarakat menjauhi penyintas hanya karena miskonsepsi. Semakin kita jauhi mereka, semakin besar peluang virus ini menyebar diam-diam,” tegasnya.

‎Ulama Bicara: Cegah Zina, Rangkul Penyintas

‎Dalam sesi berikutnya, Kyai Drs. H.M. John Dien TH, SH., M.Pd., Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Purwakarta, menyoroti fenomena ini dari sudut pandang agama. Ia menyampaikan pesan yang sangat relevan dan menyejukkan:

‎“Islam sangat jelas melarang zina. Bahkan mendekatinya saja dilarang oleh Allah. Maka, solusi agar hubungan aman dan halal adalah melalui pernikahan.”

‎Namun, Kyai John juga memberikan penekanan penting mengenai sikap terhadap para penyintas HIV/AIDS. 

Dalam Islam, orang sakit bukan untuk dijauhi, tetapi untuk dijenguk, didoakan, dan diberi harapan.


‎“Mereka yang terkena HIV/AIDS tidak boleh dikucilkan. Kita semua punya kewajiban moral untuk hadir, bukan malah menjauh. Rasulullah pun mengajarkan bahwa menjenguk orang sakit adalah bagian dari amal ibadah.”


‎Komunitas Jadi Jembatan Kesadaran

‎Ketiga komunitas pelaksana seminar ini sepakat bahwa edukasi harus dimulai dari bawah, dari anak muda, dari sekolah, dari rumah.

‎Peran komunitas sebagai jembatan antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat krusial.

‎Mereka tidak hanya memfasilitasi seminar, tetapi juga mengajak peserta untuk melakukan cek kesehatan gratis, membuka ruang diskusi, dan mendistribusikan materi edukatif berbasis data dan dalil agama.

‎Melalui pendekatan ini, diharapkan pemahaman masyarakat akan HIV/AIDS menjadi lebih utuh dan tidak lagi terjebak dalam mitos atau stigma.

‎Melawan dalam Sunyi, Menang Bersama

‎Seminar ini bukan sekadar acara, melainkan sebuah gerakan kesadaran bahwa perang melawan HIV/AIDS bukan hanya tanggung jawab medis, tapi juga moral, sosial, dan spiritual.

‎Kolaborasi antara komunitas, tenaga kesehatan, dan tokoh agama membuktikan bahwa edukasi yang menyentuh hati dan pikiran bisa menjadi senjata ampuh untuk menghentikan penyebaran virus mematikan ini.

‎Hidup sehat tanpa stigma bukan sekadar slogan, tapi misi bersama. Jangan biarkan ketidaktahuan dan penghakiman sosial mengambil lebih banyak korban. Saatnya membuka mata, telinga, dan hati.***


(Tim)


×
Berita Terbaru Update