![]() |
Ilustrasi tindakan susila anak dibawah umur |
KabarKiri - Kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kian merajalela, menunjukkan Indonesia tengah menghadapi darurat susila.
Kasus-kasus mengerikan terus terungkap, dari Tasikmalaya hingga OKU Timur, mencerminkan kegagalan kolektif dalam melindungi generasi masa depan.
Di Tasikmalaya, pada Mei 2025, Polres Tasikmalaya menangkap DSK (24) karena membuat dan menyebarkan video asusila dengan korban gadis di bawah umur.
DSK mengancam korban dengan video tersebut untuk memaksa hubungan berulang sejak 2022 hingga 2024. Barang bukti berupa ponsel, flashdisk, dan visum korban menguatkan dakwaan, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara berdasarkan UU Perlindungan Anak.
Awal 2025, Tasikmalaya juga mencatat lima kasus asusila, termasuk sodomi terhadap dua bocah laki-laki oleh SP (45) dan pencabulan cucu tiri oleh kakek I (59).
Di Tana Toraja, Mei 2025, Polres menangkap DD (17) atas penganiayaan dan persetubuhan anak di bawah umur, MD (17).
Perbuatan ini terjadi berulang, dan DD dijerat Pasal 81 UU Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara. Di Kotawaringin Timur, dua kasus terungkap: RZ (21) menyetubuhi anak 14 tahun pada Juli 2024, dan M (20) menghamili remaja 15 tahun hingga kandungan tujuh bulan.
Kedua pelaku terancam hukuman serupa. Di Buleleng, Juni 2025, kasus persetubuhan terhadap KA (15) masih diusut, namun lambatnya proses penyidikan menambah duka korban.
Di OKU Timur, M (38) ditangkap karena menodai anak tirinya (13) sejak 2021 hingga 2025, memicu trauma berat.
Kasus lain di Tangerang mencatat empat kasus asusila dan penculikan anak pada 2023-2024, termasuk di Serpong Utara terhadap anak laki-laki 11 tahun.
Di Purwakarta, kakek, paman, dan temannya tega menodai sang kakak dari dua anak perempuan bersaudara yang orang tuanya tak diketahui keberadaannya.
Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein (Om Zein), geram, namun akhirnya dengan tenang dapat membuat pelaku mengaku dan digelandang ke Polres Purwakarta.
Om Zein juga mengasuh kedua korban, menempatkan mereka di pesantren untuk pendidikan dan pemulihan, mengikuti jejak Kang Dedi Mulyadi dalam menyelamatkan generasi muda.
Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, prihatin atas maraknya kasus ini. “Indonesia darurat susila. Om Zein menunjukkan kepemimpinan sejati dengan aksi nyata, bukan sekadar kata-kata,” ujarnya.
Wahyu menyayangkan pihak yang hanya pandai mengkritik tanpa solusi. “Kritik tak membangun generasi unggul. Kita butuh tindakan seperti KDM dan Om Zein,” tegasnya.
Data KPAI mencatat 2.341 kasus kekerasan anak pada 2024, 40% di antaranya kekerasan seksual, menegaskan urgensi tindakan kolektif.
Tragisnya, di Denpasar, Juni 2025, pelaku asusila AI (35) tewas dikeroyok tujuh narapidana di Rutan Polresta Denpasar, sehari setelah ditahan karena mencabuli anak di bawah umur.
Narapidana, mayoritas terpidana narkoba, murka karena merasa dipenjara demi menghidupi keluarga, sementara AI menghancurkan keluarga korban.
“Keluarga kami berjuang, dia malah nodai anak orang,” ujar seorang narapidana.
AI meninggal di RS Bhayangkara Trijata meski sempat dirawat. Kasus ini mencerminkan betapa pelaku asusila dipandang rendah bahkan di kalangan kriminal.
"Indonesia tak boleh diam. KDM dan Om Zein telah memulai, masyarakat dan pemerintah harus bersinergi. Anak-anak harus dijaga, mereka amanah, bukan mangsa predator!"ujar Wahyu.***
(WhY)