![]() |
Anggota DPR RI fraksi PKS, H. Jalal Abdul Nasir berikan pandangan kritis terhadap putusan Kementrian BUMN (Foto: Instagram h. jalalabdulnasir_) |
Langkah ini difinalisasi lewat Rapat Umum Pemegang Saham yang digelar pada 12 Juni 2025 lalu.
Respons keras langsung mengalir dari parlemen. Jalal Abdul Nasir, anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, menyampaikan pandangan kritis terhadap keputusan Kementerian BUMN tersebut.
Politikus asal Dapil Jawa Barat VII ini melihat perombakan bukan sekadar pergantian kursi, melainkan peluang strategis untuk mereformasi fondasi energi nasional.
"Kita sedang berhadapan dengan tantangan besar di sektor energi: peralihan menuju energi ramah lingkungan, efisiensi korporasi yang mendesak, serta kebutuhan mendesak untuk memperkuat hilirisasi domestik. Oleh karena itu, langkah ini harus dipahami sebagai transformasi struktural yang mendalam, bukan sekadar rotasi jabatan," ujar Haji Jalal dalam keterangannya, Sabtu (14/6).
Ia menyoroti secara tajam susunan manajemen baru Pertamina. Keputusan mempertahankan Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama dianggap tepat karena rekam jejak dan kapasitasnya.
Namun, perhatian besar juga tertuju pada figur-figur anyar seperti Oki Muraza yang ditunjuk sebagai Wakil Direktur Utama, dan Agung Wicaksono yang kini memimpin Direktorat Transformasi dan Keberlanjutan.
"Saya mencermati bahwa beberapa sosok baru ini memiliki reputasi baik dan kapabilitas teknis mumpuni. Tapi yang paling krusial adalah seberapa jauh mereka mampu mewujudkan visi kedaulatan energi menjadi aksi nyata yang berpihak pada rakyat," tegasnya.
Dari sisi pengawasan, Haji Jalal menyambut positif penguatan Dewan Komisaris.
Penunjukan Mochammad Iriawan sebagai Komisaris Utama dan Nanik S. Deyang sebagai Komisaris Independen dianggap sebagai langkah maju untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Keberadaan komisaris independen dinilai penting untuk mencegah potensi deviasi kebijakan di tubuh perusahaan strategis milik negara.
Tak hanya berhenti pada struktur, Haji Jalal juga menyerukan pentingnya transformasi yang lebih menyeluruh. Ia menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap proses holdingisasi energi melalui Danantara agar tetap menjunjung akuntabilitas publik.
"Holdingisasi energi melalui Danantara juga harus dikawal agar tidak menimbulkan bias dalam tanggung jawab publik. Pertamina adalah milik rakyat, dan arah kebijakannya harus tetap berpijak pada kepentingan nasional, bukan sekadar mengejar target bisnis," tandasnya.
Ia menambahkan bahwa pembenahan budaya kerja serta perbaikan tata kelola internal menjadi aspek krusial dalam menjawab kompleksitas tantangan energi ke depan.
Sebagai penutup, Haji Jalal memberikan catatan penting bagi jajaran baru Pertamina: tanggung jawab besar kini berada di pundak mereka, dan harapan publik tidak bisa dikecewakan.
"Perombakan telah dilakukan. Kini saatnya membuktikan dengan kerja nyata. Jangan sampai publik yang menaruh harapan tinggi kepada Pertamina sebagai pilar energi bangsa merasa dikhianati," tutup Haji Jalal penuh tekanan moral.***