KabarKiri - Program bela negara di barak militer, yang diinisiasi Dedi Mulyadi di Jawa Barat, menjadi sorotan publik. Program ini menargetkan pelajar SMP dan SMA yang terlibat tawuran, geng motor, kecanduan game, hingga penyalahgunaan alkohol.
Berdasarkan data resmi, sebanyak 273 siswa dari berbagai daerah seperti Purwakarta, Depok, Bogor, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Sukabumi telah menyelesaikan gelombang pertama di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi dan Resimen Armed 1 Kostrad pada 1-20 Mei 2025.
Kegiatan ini mencakup bimbingan konseling, pendidikan wawasan kebangsaan, anti-narkoba, olahraga, dan pembinaan keagamaan, dengan persetujuan orang tua sebagai syarat partisipasi.
Namun, program ini menuai kritik. KPAI menyoroti potensi pelanggaran hak anak karena seleksi peserta hanya berdasarkan rekomendasi guru BK tanpa asesmen psikologis mendalam.
Pengamat pendidikan seperti Doni Koesoema mengkhawatirkan stigma negatif bagi peserta, sementara Kak Seto dari LPAI mendukung asalkan program ini tidak dianggap hukuman.
Kritik ini menunjukkan perlunya penyempurnaan, bukan penghentian. Menghentikan inisiatif ini hanya akan mematikan upaya pemerintah daerah menangani kenakalan remaja, yang di Jawa Barat mencapai angka signifikan, dengan ratusan kasus tawuran dan perilaku menyimpang setiap tahun.
Langkah Penyempurnaan Program
1. Asesmen Psikologis Profesional:
Libatkan psikolog bersertifikasi sejak tahap seleksi untuk memetakan kebutuhan emosional dan psikologis peserta, mencegah pendekatan yang salah.
2. Kurikulum Holistik:
Integrasikan nilai Jabar Masagi, yang menekankan kearifan lokal dan perdamaian, untuk menanamkan disiplin tanpa kesan militeristik.
3. Sinkronisasi dengan Kebijakan Nasional:
Koordinasikan dengan Kemendikbudristek agar program selaras dengan regulasi pendidikan dan tidak mengganggu jam belajar.
4. Transparansi Publik:
Sosialisasikan tujuan dan mekanisme program secara masif melalui media sosial dan forum publik untuk mengurangi miskonsepsi.
5. Monitoring Independen:
Bentuk tim evaluasi yang melibatkan psikolog, pendidik, dan tokoh masyarakat untuk memastikan pelaksanaan bebas dari kekerasan atau tekanan.
Dukung Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah, seperti di Jawa Barat, berupaya menangani masalah sosial yang kompleks.
Menyikapi permintaan FSGI yang meminta Mendikdasmen menghentikan program, Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, menegaskan bahwa menghambat program ini menunjukkan kurangnya empati terhadap masa depan anak-anak.
Kritik harus disertai solusi, bukan sekadar nyinyiran. Guru BK dan psikolog sudah dilibatkan, tetapi peran mereka perlu diperkuat dengan pelatihan dan standar operasional yang jelas.
Dukungan masyarakat, seperti ucapan terima kasih kepada Kang Dedi Mulyadi, harus diwujudkan dalam masukan konstruktif, bukan sekadar pujian.
Berbuat baik memang tidak mudah, apalagi di tengah polarisasi opini. Namun, dengan penyempurnaan berbasis data dan keterlibatan multipihak, program ini dapat menjadi model pendidikan karakter yang efektif.
Mari dukung pemerintah daerah untuk membangun generasi muda yang disiplin, bertanggung jawab, dan cinta tanah air.***
(Red)