![]() |
PC SPAMK FSPMI Kabupaten Purwakarta siap lakukan perlawanan kepada perusahaan yang tidak patuh pada aturan (Foto: KabarKiri) |
KabarKiri – Upah minimum seharusnya menjadi jaring pengaman ekonomi bagi pekerja pemula, mereka yang masih mencari-cari lokasi toilet di hari pertama kerja.
Namun bagi para pekerja dengan pengalaman kerja lebih dari setahun—terutama yang telah menanggung keluarga—upah layak bukan lagi opsi, melainkan kewajiban.
UMK Purwakarta tahun 2025 memang tercatat naik sebesar 6,5% menjadi Rp4.792.851, dan sektor otomotif dalam UMSK terendah mencapai Rp4.814.751.
Namun, ironisnya, pada tahun 2020 banyak pekerja sektor otomotif telah memperoleh upah hingga Rp5,28 juta. Fakta ini mencerminkan bahwa meskipun angka-angka naik, realitas di lapangan justru mengalami kemunduran.
PC SPAMK FSPMI Kabupaten Purwakarta, di bawah kepemimpinan Wahyu Hidayat, menyoroti dua perusahaan yang dianggap abai terhadap prinsip keadilan upah: PT Unipres Indonesia dan PT Kyokuto Indomobil Indonesia.
Di Kyokuto, kenaikan upah hanya mencapai Rp110 ribu—angka yang bahkan tidak mampu menyentuh batas UMK, apalagi UMSK.
Sementara itu, PT Unipres melakukan penyesuaian upah secara sepihak, dan saat negosiasi dilakukan, manajemen bersikukuh tidak menambah sepeser pun.
Permasalahan makin runyam saat perusahaan mengabaikan eksistensi serikat pekerja. Sistem penggajian payroll COS belum diterapkan meskipun organisasi buruh sudah lama hadir.
Bahkan, perusahaan memasukkan tunjangan tetap ke tunjangan tidak tetap sehingga berpengaruh pada nilai pesangon, ini jelas merugikan pekerja.
Anehnya, di tengah alasan ‘keterbatasan’ keuangan itu, perusahaan tetap mampu membeli mobil mewah bagi jajaran atasannya.
Wahyu menilai manajemen lokal lemah dalam menjembatani kepentingan pekerja dengan pimpinan pusat.
Tak ada upaya transparan atau data keuangan yang disampaikan untuk membuktikan ketidakmampuan perusahaan menaikkan upah.
Untuk itu, dalam waktu dekat, PC SPAMK FSPMI akan melayangkan permohonan mediasi ke Dinas Ketenagakerjaan dan pengawasan.
Jika tidak menemui titik terang, maka aksi massa hingga mogok kerja bisa menjadi pilihan legal sesuai UU No. 2 Tahun 2004.
“Padahal, perusahaan seharusnya menyusun struktur dan skala upah untuk pekerja yang lebih berpengalaman,” ujar Wahyu, Rabu (28/5).
“Bahkan untuk hal-hal mendasar seperti kepatuhan terhadap UMK saja masih dilanggar.”
Ia mengingatkan, pelanggaran terhadap upah minimum merupakan tindak pidana dengan ancaman penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp400 juta, sesuai UU No. 13 Tahun 2003.
Lebih mengejutkan lagi, dalam salah satu notulensi perundingan, manajemen PT Kyokuto menyatakan bahwa kenaikan 6,5% “tidak memiliki dasar hukum.”
Hal ini dianggap menunjukkan pola pikir yang bertolak belakang dengan visi Presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang menjunjung kesejahteraan pekerja sebagai pilar utama pembangunan bangsa.***
(Red)