-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan


 

Indeks Berita

Klaim 303 Ribu Pekerja: Kemenperin di Ujung Kontroversi

Jumat, 08 Agustus 2025 | 22:47 WIB | 0 Last Updated 2025-08-08T17:33:53Z
Statistik penyerapan tenaga kerja dari PMA dan PMDN (Tangkapan layar databoks)

KabarKiri - Di tengah gemuruh kisah pilu para pekerja yang kehilangan mata pencaharian, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meluncurkan pernyataan yang memicu badai kritik. 

Pada paruh pertama 2025, kementerian mengklaim telah menyerap 303 ribu tenaga kerja, sebuah angka yang kontras dengan realitas gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda. 

Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat 42.385 pekerja terdampak PHK hingga Juni 2025, sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan angka tersebut mencapai 150.000 berdasarkan pencairan BPJS Ketenagakerjaan. 

Di tengah bayang-bayang PHK massal di PT Sri Rejeki Isman (10.969 pekerja) dan PT Yamaha Music (1.100 pekerja), klaim ini memantik pertanyaan besar: benarkah, atau hanya ilusi statistik?

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyuarakan keresahan dengan tajam, menyebut data tersebut “Asal Bapak Senang” (ABS), sebuah sindiran terhadap kemungkinan manipulasi politis. 

Wahyu Hidayat, pengurus Exco Partai Buruh/pendiri Spirit Binokasih melangkah lebih jauh, menduga angka 303 ribu tersebut justru mencerminkan data kuartal I 2020 (303.085 pekerja, menurut Databoks), bukan realitas 2025, Jumat (8/8).

Dia juga menyoroti outsourcing pekerja yang justeru kian menggila. Dukungan datanya kuat: Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur anjlok ke 47,4 pada Mei 2025, menandakan kontraksi industri, bukan pertumbuhan.

Sementara itu, Permendag No. 8/2024 yang mempermudah impor telah memukul sektor tekstil dan garmen, meninggalkan jejak PHK di Jawa Tengah (10.995 pekerja) dan Jawa Barat (9.494 pekerja).

Kemenperin membalas dengan optimisme, mengutip Indeks Kepercayaan Industri (IKI) 52,50 pada Juni 2025 sebagai bukti ekspansi. Namun, Juru Bicara Febri Hendri sendiri mengakui PHK dua juta pekerja sejak Agustus 2024 akibat kebijakan impor. 

Data Kemnaker memperlihatkan penurunan tenaga kerja industri dari 23,98 juta (Agustus 2024) menjadi 19,60 juta (Februari 2025), sebuah paradoks yang sulit diabaikan.

Tanpa metodologi jelas, klaim 303 ribu pekerja ini tampak seperti bayang di cermin.

Kemenperin harus publikasikan metodologi pengumpulan data, atau sangkaan Said Iqbal dan Wahyu Hidayat akan semakin diyakini publik. 

"Di tengah gelombang PHK dan antrian berdesak para pelamar kerja yang masih terus terjadi, di situasi penantian janji May Day yang tak jua terealisasi dengan semakin menggilanya outsourcing maupun sikap DPR dan pemerintah yang seolah masih berleha-leha untuk menggarap UU Ketenagakerjaan baru sebagaimana amar putusan MK, maka Pernyataan Kemenperin hanyalah fatamorgana semata!" ujar Wahyu, Jumat (8/8).

Kemenperin harus publikasikan metodologi pengumpulan data, atau sangkaan Said Iqbal dan Wahyu Hidayat akan menjadi suara rakyat. 

Solusi yang konkret meliputi insentif untuk industri lokal, dan program reskilling skala besar serta penghapusan outsourcing pekerja yang terus menghisap. 

Rakyat berhak atas kebenaran, dan pekerja menanti kebijakan yang mengangkat harkat mereka. Saatnya pemerintah menepati janji dengan fakta, bukan sekadar retorika.***


(WhY)

×
Berita Terbaru Update