![]() |
Surat pernyataan penolakan warga dusun II Desa Margaluyu Kecamatan Kiarapedes Kabupaten Purwakarta (KabarKiri) |
Warga secara terbuka menyatakan penolakan terhadap program Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang air minum yang digulirkan oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DISPERKIM) Kabupaten Purwakarta.
Pasalnya, warga merasa tidak pernah dilibatkan secara transparan oleh pihak Pemerintah Desa (Pemdes) Margaluyu sejak tahap awal perencanaan.
Ironisnya, mereka mengaku sempat diminta menyerahkan fotokopi KTP dan KK dengan dalih bantuan sosial (Bansos).
Namun belakangan diketahui, dokumen tersebut ternyata digunakan untuk kebutuhan administrasi program air minum DAK 2025.
"Kalau dari awal dijelaskan itu untuk program air minum, kami pasti paham. Tapi kami merasa dimanipulasi," kata seorang warga Dusun 2 dengan nada kecewa, Jumat (4/7).
Kekesalan warga memuncak ketika mengetahui bahwa pembentukan Kelompok Keswadayaan Masyarakat (KKM) oleh Pemdes pun dilakukan tanpa sosialisasi terbuka.
Baru setelah adanya gelombang penolakan, pihak KKM buru-buru melayangkan undangan sosialisasi bertanggal 29 Juni 2025.
Namun, warga menolak hadir dengan alasan mereka telah terlebih dahulu mengirimkan surat resmi penolakan bertanggal 28 Juni 2025.
Dalam surat itu, warga menegaskan tiga alasan utama penolakan:
- Kurangnya partisipasi dan transparansi dari pemerintah desa dalam pelaksanaan program.
- Keraguan terhadap kualitas air yang akan disalurkan melalui proyek tersebut.
- Kekhawatiran terhadap biaya operasional dan pemeliharaan yang kemungkinan besar akan membebani warga.
Tokoh masyarakat setempat, Saepul Malik alias Bang Iful Cengek, menyampaikan kritik tajam terhadap Pemdes Margaluyu.
Ia menilai proses pengajuan hingga pelaksanaan program DAK air minum ini tidak proporsional dan minim keterlibatan masyarakat.
“Saya diberi mandat oleh para tokoh agama, pemuda, dan warga untuk menyampaikan penolakan. Kami sudah buat surat pernyataan dan kirim ke Kepala Desa, tapi belum ada respons jelas,” ujar Bang Iful.
Ia juga menambahkan bahwa kebutuhan air bersih di Dusun 2 sejauh ini tidak pernah menjadi masalah, bahkan warga telah terbiasa mengelola pasokan air secara mandiri dengan sistem pipa tradisional yang dinilai cukup efektif.
Mereka juga mempertanyakan keabsahan proposal pengajuan program DAK oleh Pemdes, dan mendesak agar DISPERKIM melakukan verifikasi ulang: "Apakah proposal itu sesuai dengan juklak juknis atau hanya formalitas semata?" tegas warga dalam suratnya.
Sosialisasi yang akhirnya digelar pun gagal mencapai hasil karena warga memilih absen sebagai bentuk penegasan penolakan.
Program air minum yang semestinya membawa manfaat, kini malah memicu kegaduhan dan ketidakpercayaan.
Warga Dusun 2 dengan tegas menyatakan: “Kami tetap menolak program DAK Air Minum!”***
(Eva)