![]() |
Foto: Google Earth |
KabarKiri - Kepulauan Anambas, Riau. Sepasang pulau tropis di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, menjadi sorotan publik setelah muncul dalam daftar penawaran situs properti internasional Private Islands Online. Dalam laman tersebut, pulau yang diberi nama “Island Pair in Anambas, Indonesia” tercantum dengan status “For Sale” dan keterangan harga yang hanya tersedia atas permintaan (price upon request).
Kawasan ini mencakup dua pulau dengan luas total sekitar 159 hektare, terdiri atas satu pulau besar dan satu pulau kecil. Belum mengalami pengembangan, pulau-pulau ini disebut berpotensi besar untuk sektor pariwisata mewah. Lokasinya yang hanya berjarak sekitar 200 mil dari Singapura menambah daya tarik dari sisi geografis dan logistik.
Deskripsi dalam situs menyebut status lahan adalah leasehold atau hak sewa jangka panjang. Penawaran disebut lebih mengarah pada kerja sama investasi, bukan penjualan kepemilikan secara penuh. Penjual juga mencantumkan akses udara dan laut yang telah tersedia, termasuk hak pendaratan untuk pesawat amfibi, serta potensi dukungan perizinan untuk pembangunan resort.
Pernyataan Tegas dari DPR
Menanggapi kabar ini, Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dari Fraksi Golkar menyampaikan sikap tegas soal kedaulatan wilayah Indonesia.
“Setiap jengkal wilayah yang ada di NKRI ini, tidak boleh ada satu jengkal tanah pun yang kemudian lepas atas nama pemerintah,” kata Doli, Kamis (19/6).
Ia juga meminta agar pemerintah segera menelusuri pihak yang terlibat dalam penawaran tersebut dan memastikan dasar hukum dari klaim kepemilikan maupun penjualan.
“Kalau memang ternyata benar, ya, harus juga dicari tahu itu atas nama apa, bisa menjual itu, dan siapa yang menjualnya,” ujarnya.
Pengawasan Aset Strategis Jadi Sorotan
Kemunculan pulau Anambas dalam daftar penjualan online memicu kekhawatiran mengenai celah hukum dan potensi kelengahan dalam pengawasan aset negara. Meskipun skema hak sewa masih diperbolehkan dalam kerangka investasi, praktik promosi seperti ini tetap menuntut transparansi dan pengawasan yang ketat, terlebih jika melibatkan pihak asing.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah daerah maupun kementerian terkait mengenai validitas dan legalitas penawaran yang dimaksud.
(Riasto)