Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Niat Jahat Predator atau Program Jalan Kaki ke Sekolah yang Bermasalah?

Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:17 WIB | 0 Last Updated 2025-06-28T08:22:28Z
Polres Purwakarta menangkap pelaku pelecehan seksual ke anak perempuan berusia 9 tahun (Dok. Humas Polres Purwakarta)


KabarKiri - Tragedi memilukan menimpa seorang anak perempuan berusia 9 tahun, IR, di Purwakarta, Jawa Barat. Pada Selasa, 24 Maret 2025, sekitar pukul 10.30, di Jalan Veteran, Kelurahan Nagri Kaler, ia menjadi korban pelecehan seksual saat berjalan kaki pulang dari sekolah. 

Kejadian ini terjadi di tengah program “Jalan Kaki ke Sekolah” yang diusung Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk membentuk karakter siswa yang sehat, disiplin, dan mandiri. 

Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, menegaskan bahwa kejahatan ini bukanlah cerminan kegagalan program jalan kaki. 

Ia justru mengapresiasi kewaspadaan warga sekitar yang dengan sigap menghentikan aksi pelaku, mencegah kejahatan yang lebih jauh. 

“Kejadian ini menunjukkan bahwa keselamatan anak adalah tanggung jawab kita bersama, bukan semata-mata soal cara mereka ke sekolah,” ujar Wahyu, Sabtu (28/6).

Program jalan kaki, yang juga diterapkan di negara seperti Jepang, bertujuan membangun generasi yang kuat secara fisik dan mental, bukan menciptakan celah bagi predator beraksi. 

Pelaku, YL (68), warga Nagri Kaler, ditangkap Satreskrim Polres Purwakarta pada Jumat, 27 Juni 2025, pukul 13.30, di kawasan Pertokoan Perum Usman. 

Menurut Kasat Reskrim AKP Uyun Saepul Uyun, YL disangkakan melanggar Pasal 82 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman berat. Proses penyidikan kini berjalan untuk memastikan keadilan bagi korban.

Fakta menunjukkan bahwa kasus pelecehan anak terjadi di berbagai konteks, baik di transportasi umum, lingkungan rumah, maupun tempat ibadah. 

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat lebih dari 2.000 kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2024, dengan pelaku sering kali orang terdekat atau warga sekitar. 

Menyalahkan program jalan kaki sama saja dengan mengabaikan fakta bahwa kejahatan seksual adalah masalah sistemik yang membutuhkan pendekatan holistik: pendidikan keselamatan, pengawasan lingkungan, dan penegakan hukum yang tegas.

Program Dedi Mulyadi, yang sejalan dengan visi “Gapura Panca Waluya” (sehat, baik, benar, pintar, gesit), justru berupaya menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih humanis. 

Larangan membawa motor bagi pelajar tanpa SIM dan dorongan berjalan kaki bertujuan mengurangi kecelakaan lalu lintas dan meningkatkan kedisiplinan. 

Menurut Polres Purwakarta data menunjukkan penurunan angka kecelakaan pelajar sebesar 15% sejak kebijakan ini diterapkan. Insiden pelecehan ini adalah ulah individu jahat, bukan kelemahan program.

Kita harus berhenti mencari kambing hitam. Kejahatan seksual adalah musuh bersama yang harus dilawan dengan kewaspadaan kolektif, bukan dengan menyalahkan inisiatif pendidikan. 

Warga Purwakarta telah menunjukkan teladan dengan respon cepat mereka. Sekarang, saatnya kita semua, orang tua, guru, masyarakat bekerja sama menciptakan lingkungan aman bagi anak-anak. 

Jangan biarkan niat jahat segelintir orang menghentikan langkah menuju generasi yang lebih baik.***


(WhY)

×
Berita Terbaru Update