KabarKiri - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168, penentuan kenaikan upah minimum harus mengacu pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, serta mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL).
MK juga menegaskan bahwa upah minimum sektoral (UMSP/UMSK) wajib lebih tinggi dari UMP/UMK.
“Sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja, pembahasan kenaikan upah minimum dimulai September–Oktober melalui Dewan Pengupahan Nasional dan Daerah, lalu diputuskan gubernur pada November,” jelas Said Iqbal, Senin (11/8).
Berdasarkan survei dan analisa Litbang KSPI serta Partai Buruh, diperoleh proyeksi:
- Inflasi Oktober 2024–September 2025: 3,23%
- Pertumbuhan ekonomi: 5,1%–5,2%
- Indeks tertentu: 1,0–1,4
“Dengan dasar tersebut, kami mengusulkan kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%,” ujar Said Iqbal.
Untuk sektor industri, hasil survei menunjukkan nilai tambah 0,5%–5%, sehingga usulan kenaikan UMSP/UMSK 2026 berada di kisaran (8,5%–10,5%) + (0,5%–5%), tergantung jenis industri.
KSPI dan Partai Buruh mendesak pemerintah agar penetapan upah minimum dan sektoral 2026 selesai paling lambat 30 Oktober 2025, didahului rapat Dewan Pengupahan nasional dan daerah mulai 25 Agustus.
Sebagai langkah nyata, KSPI dan Partai Buruh akan menggelar aksi besar serentak di 38 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota pada 28 Agustus 2025.
Aksi ini melibatkan puluhan hingga ratusan ribu buruh untuk menuntut kenaikan upah minimum 2026.
Selain isu kenaikan upah, aksi ini juga mengusung enam tuntutan utama:
- Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah (HOSTUM)
- Stop PHK dan bentuk Satgas PHK
- Reformasi Pajak Perburuhan: Naikkan PTKP Rp7,5 juta/bulan, hapus pajak pesangon, THR, JHT, dan diskriminasi pajak perempuan menikah
- Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibuslaw
- Sahkan RUU Perampasan Aset untuk berantas korupsi
- Revisi RUU Pemilu untuk redesign sistem Pemilu 2029.***