![]() |
Foto Ilustrasi peta Jawa Barat (Foto: Pinterest) |
KabarKiri - Wacana pemekaran Jawa Barat menjadi lima provinsi kembali mencuat, dipicu oleh DPRD melalui Komisi I yang dipimpin Rahmat Hidayat Djati.
Usulan ini mengemuka dengan nama-nama provinsi baru seperti Sunda Taruma, Sunda Pakuan, Sunda Periangan, Sunda Galuh, dan Sunda Caruban. Namun, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dengan tegas menolak wacana ini.
Alasannya jelas yaitu Moratorium pemekaran daerah masih berlaku, dan anggaran publik harus diprioritaskan untuk pembangunan jalan, sekolah, irigasi, puskesmas, rumah sakit, serta sarana prasarana layanan publik.
“Pemekaran bukan prioritas. Rakyat butuh solusi nyata, bukan provinsi baru,” tegas Kang Dedi Mulyadi.
Wahyu Hidayat, aktivis buruh dan pendiri Spirit Binokasih sependapat dengan pandangan Kang Dedi Mulyadi.
Menurutnya, mayoritas rakyat Jawa Barat tidak lagi memikirkan pemekaran.
“Elit! Hanya kelompok elit yang ingin jadi pejabat provinsi, baik gubernur maupun DPRD Provinsi baru yang menginginkan pemekaran secepat mungkin. Dipikirnya murah apa itu pemekaran? Banyak pejabat yang sekarang saja belum maksimal kinerjanya. Masa malah pingin mekarkan provinsi? Mendingan untuk pembangunan saja itu anggaran!” ujar Wahyu.
Data dari Bappeda Jawa Barat menunjukkan efisiensi anggaran APBD 2025 mencapai Rp5 triliun, yang dialihkan untuk infrastruktur strategis seperti jalan, jembatan, irigasi, fasilitas kesehatan, dan pendidikan.
Anggaran ini jauh lebih bermanfaat bagi rakyat ketimbang biaya pemekaran, yang menurut studi Kementerian Dalam Negeri bisa mencapai ratusan miliar per provinsi baru.
Sebelumnya, wacana ini sempat memicu kontroversi. Rahmat Hidayat dan Ono Surono, Wakil Ketua DPRD Jabar, menjadi sorotan publik setelah candaan Ono di rapat paripurna. “Jadi kalau sudah misah-misah, Pak KDM gubernur mana berarti?” ujar Ono, memancing tawa legislator.
Namun, candaan ini menuai hujan kecaman netizen. Menurut Wahyu, rakyat tidak butuh guyonan yang mengada-ada, apalagi terkesan melecehkan Kang Dedi, pemimpin yang dikenal dekat dengan rakyat.
“Pemekaran seharusnya menjadi wacana serius untuk pemerataan pembangunan, bukan bahan ejekan!” tegasnya.
Ono Surono dan Rahmat Hidayat Djati dinilai belum menunjukkan langkah konkret untuk meyakinkan publik bahwa pemekaran akan membawa manfaat nyata.
Narasi rivalitas eksekutif-legislatif ini hanya membuang energi. Pada Mei 2025, fraksi PDIP di DPRD Jabar bahkan melakukan walkout sebagai protes terhadap pernyataan Dedi yang dianggap merendahkan legislatif.
Namun, di rapat paripurna berikutnya, Dedi dan Ono terlihat akrab, saling berjabat tangan.
Gestur ini menunjukkan rivalitas lebih bersifat politis ketimbang substansial. Rakyat Jawa Barat, yang berjumlah 50 juta jiwa, tidak membutuhkan drama politik. Mereka butuh pemerataan pembangunan, akses pendidikan berkualitas, dan layanan kesehatan yang memadai.
Visi “Jabar Istimewa” yang diusung Dedi dengan pilar pendidikan istimewa, kesehatan istimewa, dan infrastruktur istimewa adalah komitmen nyata untuk mewujudkan Jawa Barat yang unggul, bermartabat, dan sejahtera.
Mari kita dukung pembangunan nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Bersama Kang Dedi Mulyadi wujudkan Jabar Istimewa dengan anggaran yang tepat sasaran.
Lawan narasi kosong, tuntut pejabat bekerja keras untuk rakyat, bukan untuk kursi baru. Bersama, berjuang dengan sungguh-sungguh dan konsisten demi masa depan Jawa Barat yang lebih baik.***
(WhY)