Covid-19 kembali menghantui kawasan Asia Tenggara (Ilustrasi)
KabarKiri - Wabah Covid-19 kembali menunjukkan taringnya di Asia Tenggara, dengan lonjakan kasus yang memicu peringatan kewaspadaan dari sejumlah negara sejak Mei 2025.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), total kasus global selama 28 hari hingga 11 Mei mencapai 91.583 kasus—naik drastis sebesar 55.984 kasus dibandingkan periode sebelumnya.
Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan peningkatan mencolok. WHO menyerukan langkah pencegahan cepat guna menahan laju penyebaran, terutama menjelang musim libur dan pertemuan besar.
Thailand mencatat lonjakan tertinggi di kawasan, dengan 69.200 kasus yang dilaporkan ke WHO dalam periode April-Mei.
Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Thailand memperkuat layanan kesehatan berbasis digital, menyediakan layanan telekonsultasi gratis, serta pengiriman obat melalui aplikasi seperti Mordee dan SaluberMD.
Malaysia juga menghadapi peningkatan signifikan, dengan 8.609 kasus aktif pada Mei. Para pakar mengingatkan agar masyarakat lebih waspada selama masa libur sekolah 29 Mei – 9 Juni.
Virolog Kumitaa Theva Das menyebut bahwa lonjakan kerap terjadi usai acara besar seperti Festival Songkran di Thailand, yang turut memicu penyebaran varian JN.1—turunan dari garis keturunan Omicron.
Singapura melaporkan 14.200 kasus pada awal Mei, meningkat lebih dari 11.000 kasus dari pekan sebelumnya.
Meski jumlah pasien rawat inap bertambah, Kementerian Kesehatan menyatakan situasi masih terkendali.
Pemerintah setempat kini mendorong kelompok rentan seperti lansia dan penghuni panti jompo untuk mendapatkan vaksin tambahan.
Indonesia mencatat 35 kasus dalam periode yang sama, menurut laporan WHO.
Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan surat edaran tertanggal 23 Mei yang menyoroti peningkatan kasus di kawasan. Varian yang mendominasi di Thailand adalah XEC dan JN.1; Singapura menghadapi varian LF.7 dan NB1.8; sedangkan Malaysia kembali dilanda oleh JN.1.
Meski belum dalam fase kritis, negara-negara Asia Tenggara bergerak cepat untuk menekan laju penyebaran, belajar dari gelombang-gelombang sebelumnya yang sempat melumpuhkan sistem kesehatan.***