Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan



Indeks Berita

Mencari Solusi untuk Kebijakan Ijazah Dedi Mulyadi yang Dipersoalkan PCNU dan Pesantren

Minggu, 25 Mei 2025 | 21:47 WIB | 0 Last Updated 2025-05-25T14:47:52Z
 

KabarKiri - Ijazah sangat penting untuk perjalanan hidup dan karir siswa ke depan. Dedi Mulyadi tidak ingin masalah finansial atau tunggakan menjadi penghalang siswa mendapat hak mereka, Minggu (25/5).

"Apabila ada tunggakan yang ditimbulkan, silakan segera disusun tunggakannya dan nanti ada tim yang akan berkoordinasi dengan bapak ibu (kepala sekolah) semua mengenai kewajiban siswa tersebut," kata Dedi beberapa waktu lalu.

Namun, PCNU Kabupaten Bekasi beberapa sejumlah organisasi lain, seperti RMI-NU, Forum Pondok Pesantren, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serta perwakilan pesantren di Kantor DPRD Jawa Barat menyayangkan kebijakan tersebut.

"Banyak kasus di Kabupaten Bekasi yang satu pesantren saja sudah mengeluarkan Rp1-1,7 miliar uang keluar yang belum dilunasi oleh para alumni." ujar Ketua PCNU Kabupaten Bekasi Atok Romli Mustofa yang menilai kebijakan Dedi soal ijazah tak berpihak kepada pesantren.

Bagaimana solusi yang dapat menyeimbangkan kepentingan siswa, pesantren, dan pemerintah? Kiranya dapat dilakukan hal-hal berikut:

1. Dialog Partisipatif dan Kajian Komprehensif

Pemerintah harus mengadakan dialog dengan PCNU, RMI-NU, BMPS, dan perwakilan pesantren untuk memahami tantangan finansial mereka. Kebijakan tidak boleh dibuat sepihak.

Kajian mendalam tentang model pendanaan pesantren perlu dilakukan untuk memetakan kebutuhan dan dampak kebijakan.

2. Skema Bantuan Pendanaan Pesantren

Pesantren menanggung biaya besar secara mandiri, misalnya Rp1-1,7 miliar tunggakan per pesantren di Bekasi, seperti disebutkan Kholid dari Pondok Pesantren Yapink. 

Pemerintah bisa membentuk dana abadi atau subsidi khusus untuk pesantren, mirip BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk sekolah negeri, guna menutup defisit akibat tunggakan siswa.

3. Mekanisme Penyelesaian Tunggakan

Dedi menyebutkan adanya tim untuk mengoordinasikan tunggakan. Tim ini perlu diperkuat dengan mekanisme jelas, seperti pembayaran cicilan terjangkau bagi alumni atau mediasi antara pesantren dan keluarga siswa. Ini memastikan hak ijazah siswa terpenuhi tanpa membebani pesantren.

4. Peningkatan Kapasitas Pendidikan Negeri
 
Ketua BMPS M. Syauqi menyoroti bahwa sekolah negeri hanya menampung 25-35% kebutuhan pendidikan. Pemerintah harus meningkatkan kapasitas sekolah negeri untuk mengurangi ketergantungan pada pesantren dan sekolah swasta, sehingga beban finansial pesantren berkurang.

5. Regulasi Fleksibel untuk Pesantren

Kebijakan ijazah sebaiknya dibedakan antara sekolah negeri dan pesantren. Pesantren bisa diberi kelonggaran untuk menahan ijazah sementara dengan tenggat waktu tertentu, sambil tetap menjamin hak siswa melalui perjanjian transparan.

Solusi ini menjaga hak siswa atas ijazah, sekaligus mencegah pesantren kolaps akibat masalah finansial. Kolaborasi antara pemerintah, pesantren, dan stakeholders lain adalah kunci untuk pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan.***
×
Berita Terbaru Update